MAKASSAR – Hasil rapat komisi penilai AMDAL Sulawesi Selatan terhadap Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) pembangunan jalur Kereta Api Makassar-Parepare sepanjang 143,87 km + 4,75 Km, patut dipertanyakan.
Pasalnya penanggung jawab atau pemrakarsa proyek, yaitu Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dan pihak teknis dalam melakukan kegiatannya jauh dari kata optimal melaksanakan kewajiban-nya. Ironisnya Gubernur Sulsel Sudirman Sulaiman belakangan ini tercium oleh publik ikut memaksakan proyek tersebut.
Padahal diketahui pelaksanaan proyek kereta api ini banyak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang tidak dikelola dengan baik. Diantaranya abai melakukan pengelolaan terhadap sumber dampak dari rencana pembangunan jalur. Dan intinya tidak mengakomodir amendemen UU Cipta Kerja, melalui KLHK, Kementerian PUPR, Kementerian Agraria dan Penetapan Ruang.
“Apalagi taat melaksanakan dan mengevaluasi secara periodik sistem tanggap darurat (emergency respons) untuk menanggulangi kecelakaan, pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Masalah ganti rugi tanah warga, dan ruas jalan yang berdebu hingga lahan pertanian yang rusak oleh karena dampak aktivitas sebut saja ditengah ekstrimnya cuaca dengan curah hujan yang tinggi sudah membanjiri pemukiman warga tak lepas juga oleh adanya lintasan yang menggenangi Kecamatan Bungoro. Dan merendam sejumlah Kampung Baru, Kelurahan Bori Appaka, Kecamatan Segeri. Dan Kampung Bonto Mate’ne, Kampung Citta, Kelurahan Bonto Mate’ne,
Kelurahan Bawasalo pada awal Desember 2021,” kata aktivis lingkungan Ahmad Yusran yang juga Ketua Forum Komunitas Hijau Makassar Senin (8/8/2022).
Lebih lanjut, Yusran membeberkan bahwa dari balik proyek kereta api yang dipaksakan oleh Gubernur Sulsel telah membawa dampak dalam sistem perkotaan kawasan perkotaan Mamminasata yang berhierarki, terstruktur, dan seimbang sesuai fungsi dan tingkat pelayanannya. Termasuk
hilangnya fungsi keseimbangan, fungsi lindung dan fungsi budidaya pada kawasan Perkotaan Mamminasata sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
“Mamminasata adalah satu kesatuan kawasan perkotaan yang terdiri atas Kota Makassar sebagai kawasan perkotaan inti, kawasan perkotaan Maros di Kabupaten Maros, Kawasan Perkotaan Sungguminasa di Kabupaten Gowa, Kawasan Perkotaan Takalar di Kabupaten Takalar yang membentuk kawasan metropolitan. Berkaca dari pengalaman kost bencana banjir dan kerugian warga di kota Makassar masih terngiang dalam ingatan. Makanya dengan berbagai pertimbangan dan aspek lain, adalah hal wajar Walikota Makassar Danny Pomanto menolak kontruksi rel at grade di daratan kota Makassar karena karena warganya masih trauma oleh teror ancaman banjir yang setiap saat terjadi. Apalagi akan adanya pembangunan rel kereta api melintasi daratan Kota Makassar.
Sekedar diketahui, sebelumnya Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto telah perang dingin dengan Gubernur Sulsel Sudirman Sulaiman terkait rancangan rel berdesain at grade kereta api yang melalui lintasan darat kota Makassar. Danny sapaan akrabnya menginginkan rel yang melalui Makassar berdesain elevated.
Danny Pomanto pun berdalih dengan logika dan pengalamannya profesionalnya bahwa pembangunan rel kereta api secara at grade akan merusak tata kota dan menyebabkan banjir di Makassar. Desain elevated juga dianggapnya bisa meminimalkan pembebasan lahan masyarakat. Dan praktek mafia tanah yang masih marak bergentayangan dari balik proyek strategis nasional.
The post Pembangunan Kalur Kereta Api, Aktivis Lingkungan Pertanyakan Hasil Rapat Komisi Penilai Amdal Sulsel appeared first on DaengInfo.