MAKASSAR – Membahas Penyusunan Peraturan Wali Kota (Perwali) Insentif dan Disinsentif, Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang Kota Makassar Tahun Anggaran 2023, menghadirkan dua orang narasumber. Yakni Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/BAPENAS, Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP serta Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM KemenKumham Sulawesi Selatan, Hermadi, SH, MH.
Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Makassar, Fahyuddin, AP, MH mengatakan, Perwali Insentif dan Disinsentif, menjadi menjadi bagian yang tak terpisahkan, dalam upaya menciptakan tata ruang Kota Makassar, yang efisien berkelanjutan dan berdaya saing.
“Apalagi saat ini, kita sedang menghadapi berbagai tantangan dan kompleksitas, termasuk pertumbuhan penduduk yang pesat, perubahan pada penggunaan lahan, serta pelayanan dan fasilitas kota yang berkualitas,” ujarnya.
Melalui forum ini menurut Fahyuddin, wadah untuk bersama-sama menggali ide pandangan dan sosialisasi terbaik, untuk menyusun Perwali Insentif dan Disinsentif.
“Kiranya ini dapat memberikan dorongan bagi pengembang kota, dan pada saat yang sama penyeimbang kepentingan masyarakat, pengusaha dan pelestarian lingkungan. Kita dapat mencapai kesepakatan, yang berdampak positif bagi kota Makassar,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM KemenKumham Sulawesi Selatan, Hermadi, SH, MH mengutarakan, sebelum kita menyusun Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Ranperkada), lebih dahulu apakah itu merupakan penjabaran atau delegasi secara langsung atau tidak langsung.
“Kalau secara langsung, pasti aturan di atasnya memerintahkan secara langsung dengan Perda, ditetapkan oleh Bupati. Jika didelegasikan secara tidak langsung, kalimat perintah itu tidak ada. Bisa juga kita menyusun secara mandiri, karena memang dibutuhkan suatu daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Hermadi.
Sementara, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/BAPENAS, Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP menekankan bahwa sebenarnya insentif dan disinsentif ada dua peta arus utama.
“Dalam hukum administrasi disebutkan bahwa insentif dan disinsentif merupakan dua mata uang yang saling menempel satu sama lain. Disinsentif bisa ada jika insentif sebutnya.
Akan tetapi, tambahnya, disinsentif itu bisa berdiri sendiri. Misalnya penerapan aturan 3 in 1 dalam berkendara. Itu tidak ada insentifnya. Jika kita mematuhi aturan, itu tidak ada insentifnya, karena merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan.