Puluhan Warga Ujung Tanah Memblokade TBBM Pertamina, Tolak Penggusuran Rumah di Atas Tanah Adat

oleh -25 views

MAKASSAR— Puluhan warga dari Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, melakukan aksi blokade di pintu masuk Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Makassar yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) di Jalan Mohammad Hatta. Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap rencana penggusuran rumah yang mereka tempati, yang diklaim berdiri di atas tanah adat.

Rencana penggusuran yang diumumkan oleh PT Pertamina (Persero) melalui pemerintah setempat menimbulkan kegelisahan di kalangan warga. Dalam pemberitahuan resmi yang diterima, warga diminta untuk segera mengosongkan rumah yang telah mereka tinggali selama bertahun-tahun. Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Ujung Tanah Bersatu, Lukman Nulhakim, menyampaikan bahwa informasi ini membuat masyarakat merasa tertekan dan khawatir akan nasib mereka ke depan.

“Ada surat pemberitahuan berupa teguran untuk segera mengosongkan rumah di atas lahan yang kami tempati,” ujar Lukman, saat ditemui di lokasi aksi, Senin (3/6/2024). Ia menambahkan bahwa rumah-rumah yang akan digusur bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga merupakan warisan budaya yang telah ada sej

Aksi blokade yang dilakukan oleh warga dimulai pada pagi hari dan menarik perhatian pengguna jalan serta media. Dengan membawa spanduk bertuliskan “Kami Menolak Penggusuran” dan “Lahan Ini Tanah Adat Kami”, warga menunjukkan sikap tegas menolak rencana tersebut. Mereka berdiri dengan damai, meskipun ada ketegangan yang terlihat di antara pihak keamanan yang berusaha menjaga agar arus lalu lintas tetap lancar.

“Ini adalah bentuk perjuangan kami untuk mempertahankan hak atas tanah yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kami. Kami tidak akan mundur,” tegas Lukman.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari PT Pertamina (Persero) terkait aksi blokade yang dilakukan oleh warga. Sementara itu, pihak pemerintah setempat diharapkan segera merespons situasi ini dengan melakukan mediasi antara pihak Pertamina dan warga untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.

Sejumlah tokoh masyarakat dan pegiat hak asasi manusia juga hadir untuk memberikan dukungan kepada warga. Mereka menilai bahwa masalah ini bukan hanya soal penggusuran, tetapi juga menyangkut pengakuan atas hak tanah adat yang selama ini diabaikan.

Kasus ini menyoroti tantangan hukum dan sosial yang dihadapi masyarakat adat di Indonesia, terutama terkait dengan hak atas tanah. Banyak masyarakat yang tinggal di atas lahan yang diklaim sebagai tanah adat, namun tidak memiliki bukti kepemilikan resmi. Ini menjadi celah bagi perusahaan dan pemerintah untuk mengabaikan keberadaan mereka.

“Penggusuran tanpa dialog yang baik hanya akan menambah ketegangan dan konflik sosial. Kami mendesak semua pihak untuk menghormati hak masyarakat adat,” ujar salah satu aktivis hak asasi manusia yang turut mendukung aksi tersebut.

Masyarakat berencana untuk terus menggelar aksi hingga ada kejelasan dari pihak terkait mengenai status tanah yang mereka tempati. Mereka juga akan melibatkan lembaga swadaya masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka secara hukum.

“Jika dialog tidak membuahkan hasil, kami tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah hukum. Kami siap memperjuangkan hak kami di pengadilan,” tegas Lukman.

Aksi blokade yang dilakukan oleh warga Ujung Tanah di pintu masuk TBBM Pertamina merupakan peringatan bahwa hak atas tanah adat harus diakui dan dihormati. Sebagai masyarakat yang telah lama tinggal di wilayah tersebut, mereka berhak untuk mempertahankan tempat tinggal yang telah menjadi bagian dari identitas mereka. Harapannya, melalui mediasi dan dialog yang konstruktif, masalah ini dapat diselesaikan secara damai tanpa perlu adanya penggusuran yang merugikan masyarakat.(*)